Dear All,
Bermula dari ada yang mempermasalahkan/meragukan kekuatan
hukum surat edaran Dirjen Dikti yang menjadikan publikasi karya ilmiah
sebagai syarat lulus, saya jadi tertarik dan coba pelajari dari berbagai
sumber bagai mana sebenarnya posisi surat edaran pejabat dalam tata
hukum RI, apakah merupakan peraturan yang berkekuatan hukum atau hanya
merupakan sebuah kebijakan atau himbauan untuk binaannya?
OK deh tentu harus dimulai dari pengenalan terhadap jenis peraturan-peraturan di Indonesia dan tata urutnya.
>>>
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar bagi setiap pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang ada di bawahnya
Hierarki
peraturan perundang-undangan baru mulai dikenal sejak dibentuknya
Undang-Undang No.1 Tahun 1950 yaitu Peraturan tentang Jenis dan Bentuk
Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang ditetapkan pada
tanggal 2 Februari 1950.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 tahun 1950 dirumuskan sebagai berikut:
Pasal 1
Jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah:
a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
b. Peraturan Pemerintah
c. Peraturan Menteri
Pasal 2
Tingkat kekuatan peraturn-peraturan Pemerintah Pusat ialah menurut urutannya pada
Selanjutnya hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 sbb:
Terdapat di Halaman 12
1) Undang Undang Dasar 1945
2) TAP MPR
3) Undang Undang/Perpu
4) Peraturan Pemerintah
5) Keputusan Presiden
6) Peraturan Pelaksana lainnya misalnya Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain lain
Selanjutnya tata urut peraturan perundang-undangan diobah lagi dengan TAP MPR No.III/MPR/2000 menjadi:
1) Undang Undang Dasar 19454
2) TAP MPR
3) Undang Undang
4) Perpu
5) Peraturan Pemerintah
6) Keputusan Presiden
7) Perda
Kemudian diperbaharu lagi dengan UU no. 10 tahun 2004 (sudah dibatalkan UU no. 12 tahun 2011)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pasal 7 menyebutkan:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
(4)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.
(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
UU no. 12 tahun 2011 merupakan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan YANG BERLAKU SAAT INI
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
(1)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi
yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.
>>>
Mari pelajari bagaimana kedudukan Surat Edaran dalam tata hukum Negara kesatuan Republik Indonesia :
Implentasi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
A. Materi yang disampaikan dalam kegiatan Implementasi Perangkat Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pembicara ke III : Sri Hariningsih, S.H., M.H.
Kedudukan
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Surat Edaran, dan Instruksi
Presiden dalam Sistem Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Butir 15
Produk
hukum dalam bentuk " Surat Edaran" baik sebelum maupun sesudah
berlakunya UU no. 10 tahun 2004 tentang pembentukan pembentukan
peratuaran perundang-undangan TIDAK dikategorikan sebagai PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN, karena Surat Edarn kedudukan nya bukan sebagai
peraturan perundangan-undangan, dengan demikian keberadaannya sama
sekali tidak terikat dengan ketentuan UU no. 10 tahun 2004.
B.
Dalam buku Pedoman Umum Tata Naskah Dinas cetakan Edisi I Januari 2004
dan Permen no. 22 tahun 2008 yang diterbitkan oleh KeMenpan, Pengertian
Surat Edaran adalah Naskah Dinas yang memuat PEMBERITAHUAN TENTANG HAL
TERTENTU YANG DIANGGAP PENTING DAN MENDESAK.
Selanjutnya di Permendagri no. 55 tahun 2010 pasal 1 butir 43 dijelaskan :
Surat
Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan
dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting
dan mendesak
Mengingat isi Surat Edarn hanya berupa pemberitahun,
maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum
sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena
itu Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir
peraturan Menteri, apalagi Perpres atau PP tetapi semata-mata hanya
untuk memperjelas makna dari peraturan yang ingin diberitahukan.
Surat
Edaran mempunyai derajat lebih tinggi dari surat biasa, karena surat
edaran memuat petunjuk atau penjelasan tentang hal-hal yang harus
dilakukan berdasarkan peraturan yang ada. Surat Edaran bersifat
pemberitahuan, tidak ada sanksi karena bukan norma.
Dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia, norma hukum mencakup:
a. Norma tingkah laku terbagi 4:
- Larangan
- Perintah (harus atau wajib)
- Ijin (dapat atau boleh melakukan sesuati)
- Pembebasan dari suatu perintah (pengecualian)
b. Norma kewenangan terdiri 3:
- Berwenang
- Tidak Berwenan- Datap tetapi tidak perlu dilakukan
c. Norma penetapan terdiri 2:
- Kapan mulai berlaku suatu peraturan perundang-undangan
- Penentuan tempat kedudukan suatu lembaga dsb
C.
Kedudukan Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Surat Edaran, dan
Instruksi Presiden dalam Sistem Hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Oleh : Drs. Zafrullah Salim, M.H.
Butir 7 dan 8
Surat
Edaran merupakan suatu PERINTAH pejabat tertentu kapada
bawahannya/orang di bawah binaannya. Surat Edaran sering dibuat dalam
bentuk Surat Edarn Menteri, Surat Edaran tidak mempunyai kekuatan
mengikat keluar karena pejabat yang menerbitkannya tidak memiliki dasar
hukum menerbitkan surat edaran. Pejabat penerbit Surat Edaran tidak
memerlulan dasar hukum karena Surat Edaran merupakan suata peraturan
kebijakan yang diterbitkan semata-mata berdasarkan kewenangan bebas
namun perlu perhatikan beberapa faktor sebagai dasar pertimbangan
penerbitannya:
a. Hanya diterbitkan karena keadaan mendesak
b. Terdapat peraturan terkait yang tidak jelas yang butuh ditafsirkan
b. Substansi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
c. Dapat dipertanggung jawabkan secara moril dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
>>>
Setelah
baca sudah bisa perolah kesimpulan bahwa Surat Edaran adalah suatu
perintah atau penjelasan yang tak berkekuatan hukum, tidak ada sanksi
hukum bagi yang tidak mematuhinya.
Artinya himbauan publikasi
karya ilmiah sebagai syarat lulus tak bisa dibawa ke wilayah hukum,
sehingga tak diturutipun tetap bisa meluluskan mahasiswa/bisa terbit
ijazah karena kewajiban publikasi sebagai persyaratan lulus tidak pernah
disebut dalam peraturan perundangan, tidak seperti akreditasi jelas ada
disebut di UU sisdiknas dan PP 19/2005 bahwa bagi Prodi tak bisa terbit
ijazah bila sampai pertengahan 2012 tidak terakreditasi. Cuma walaupun
Surat Edaran tidak berkekuatan hukum, tetap bisa secara tak langsung
memberi sanksi ke dalam umpamanya PT yang tidak memiliki portal jurnal
atau transkrip mahasiswa tak cantumkan publikasi bisa melemahkan
peringkat komponen lulusan dalam proses akreditasi, atau dijadikan
sebagai alasan penolakan suatu produk Dikti dsb. Mungkin tak termonitor
pelaksanaannya namun sewaktu ada sesuatu penawaran dari Dikti maka
laporan publikasi mahasiswa bisa aja dijadikan sebagai persyaratan.
Beban kerja dosen yang merupakan kewajiban dosen tetap menurut PP dosen
aja sulit terpantau, walaupun ada usaha dari PT/Kopertis mengumpulkan
laporan beban kerja dosen, bukankah yang tak menyerahkan juga tak ada
sanksi karena peraturan perundangan juga tak ada singgung sanksi selain
dijadikan sebagai persyaratan serdos, tunjangan profesi, perpanjangan
BUP dll.
Kita positif thinking aja, bukankah kalo bisa arahkan
mahasiswa perbanyak publikasi dan terhimpun dalam suatu wadah merupakan
usaha yang cukup baik.
Sampai sini ya, Fitri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar